Rabu, 06 April 2011

Just what I feel

Yang namanya kuliah, pasti ada masa jenuhnya. waktu dimana kita ngerasa bosen, tertekan, dan ngerasa nggak sanggup ngejalani hari-hari di kampus. aku yakin, semua mahasiswa pasti pernah/ sedang/ akan mengalami waktu itu. Dan hari-hari itu akan terasa berat banget.Aku tau, karena aku sedang menjalani hari-hari itu sekarang. Mau berangkat kuliah aja rasanya males banget. Nggak ada motivasi sama sekali. Yang ada di pikiranku sebelum berangkat kuliah tu cuma

"Ayoo Emma,, berangkat ke kampus.. bentar lagi mau mid loh.."

"Di kampus mau ngapain c? kuliah juga nggak ada yang masuk ke otak. Mau ngobrol juga nggak tau mau ngobrol sama siapa. Terus ngapain coba aku ke kampus? paling cuma absen doank. Kan bisa nitip absen ma temen. Daripada aku jauh-jauh berangkat ke kampus, mending aku di kost. Ngelakuin apa yang berguna untuk aku lakuin. Beresin kamar kek, nyuci kek, ato istirahat."

Yaa.. gitu lah gambaran gimana dua makhluk di dalam pikiranku lagi berdebat. dan tentunya yang lebih sering menang ya yang pikiran jahat. Yang nyuruh aku untuk terus males-malesan. Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya yang menentukan siapa yang menang tu kan diriku sendiri. Berarti aku sering memihak pikiran jahatku donk? Kenapa aku harus mihak sama dia? yaa.. mungkin karena pikiran jahat itu selalu lebih logis. dengan mudah diterima sama otakku yang emang udah dasarnya pemalas ini.
Dari dulu, aku selalu ngerasa dipermainkan sama dua makhluk di dalam pikiranku ini. Mereka selalu aja berdebat. Aku bukan orang yang tegas dan bijak untuk selalu memenangkan pikiran baikku.Aku nggak tau, apa ini terjadi pada semua orang, atau cuma aku aja?
Ada yang bilang, kalau lagi galau kayak gitu, inget aja orang tua yang udah ngebiayain kamu. Tapi kok cuma bisa bikin aku nangis aja ya. Hati ku tu pengen melakukan yang terbaik. Tapi susah banget buat gerak. Kayak orang lagi tindihan tu. Pengen gerak nggak bisa, berat banget. Apa niatku yang kurang kuat, jadi aku nggak bisa ngelepas rantai-rantai kemalasan yang membelengguku ini?
Di kampus, aku bukanlah siapa-siapa bagi siapapun. Nothing special about me. Mereka (teman 1 kelas) tidak terlalu memperdulikan ada atau tidaknya aku. Karena memang aku sangat tidak berpengaruh bagi mereka. Jika sebagian dari mereka adalah kertas, yang mereka butuhkan adalah pulpen, pensil, penggaris, penghapus ataupun peralatan kantor lainnya. Sementara aku adalah patung. Yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Aku hanyalah ibarat sebuah pajangan pelengkap yang tak ada artinya buat mereka. Ada atau tidaknya aku, tidak berpengaruh bagi si Kertas, si Pulpen, si Penggaris, atau siapapun. Mungkin Kamu yang baca ini (kalau ada yang baca c) sudah sedikit paham tentang apa yang aku rasakan. Merasa tak berguna, tak dianggap, dan sejenisnya. Jadi, wajar kan, kalau aku nggak ada motivasi buat berangkat kuliah? Aku berangkat atau nggak, juga nggak begitu ada bedanya.
Entah lah,.. di dada ini rasanya sesek banget. Pernah nahan nangis belum? ya, hampir mirip kaya gitu lah rasanya. Di hati ini rasanya kaya mau meledak, tapi kita harus nahan supaya nggak meledak. Nahan nangis tu lebih sakit daripada nangis berjam-jam. Di saat perasaan lagi kacau, kita harus tetap pasang wajah ceria. Harus senyum saat ketemu temen. Kenapa? Karena kalau pun aku pasang muka sedih, apa mereka peduli? Kemungkinan besar yang ada mereka juga cuma tanya "Emma, kenapa?" dan nggak mungkin kan aku to the point cerita apa yang aku rasain. Mereka nggak tau gimana kenyataan yang aku alami. Gimana depresinya aku setiap hari. Aku pengen ketawa lepas kayak mereka. Aku pengen berarti buat mereka. Aku pengen dianggap sebagai TEMAN mereka. Bukan sebagai patung yang nggak pernah mereka perdulikan. Yang nggak pernah mereka ajak bicara. Yang nggak pernah mereka dengarkan. Yang nggak pernah mereka lihat. Apa yang salah dengan diriku? Aku manusia, sama dengan mereka. Aku juga mempunyai hati seperti mereka. Lalu, apa yang salah? Apa yang membuatku tak bisa mereka terima?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sering muncul di dalam otakku. Sebenarnya seperti apa aku di mata mereka? Apa mereka punya pandangan yang berbeda? Aku nggak bisa kayak gini terus. Aku bener-bener bisa GILA. Iya, gila dalam arti yang sebenarnya. Kehilangan kontrol atas pikiranku sendiri. Entah sampai kapan hal ini akan terus menekan batinku. Semoga saja sebelum aku menjadi gila.
Hufh.. sedikit agak lega sampai di sini. Aku nggak tau, apa ini semacam penyakit, atau apa. Tapi karena tekanan ini, terkadang aku merasa sedikit gila. Atau hanya karena sifat ku yang moody? Kadang aku menjadi pribadi yang menyenangkan bagi beberapa orang, tapi pada rentang waktu yang nggak lama, aku bisa menjadi orang yang membosankan dan menjengkelkan dengan sikapku yang cuek, egois, dan keras kepala. Kadang aku juga menangis tanpa sebab yang begitu jelas. Membiarkan air mataku keluar sampai mataku bengkak, sesak nafas, pusing, dan sampai lemes nggak bisa bangun. Tapi setelah itu, aku bertanya pada diriku sendiri. "Ngapain coba kamu nangis? Cengeng banget sih. Kamu tu bisa tegar." Dan setelah itu, aku baru sadar. Iya ya, ngapain coba aku nangis.
Apa aku memang sudah gila? Aku sempet kepikiran buat ngecek hal itu. Tapi aku terlalu takut kalau nanti harus menerima kenyataan bahwa "Aku GILA". Mungkin saja aku memang gila. Hanya saja aku nggak sadar kapan aku mulai gila. Atau, mungkin teman-temanku yang justru menyadarinya? Sehingga mereka nggak mau deket-deket sama aku karena takut jadi gila juga? Bisa jadi sih. Yah, aku gila. Aku memang gila. Dan sampai kapanpun mereka nggak akan mau jadi temennya orang gila. Cuma orang yang bener-bener sayang sama aku aja yang mau tetep setia nemenin aku. Atau sebenernya mereka juga gila? Hahaha... Sekarang aku sadar bahwa aku sudah gila. Ya, ternyata tidak begitu berat menerima kenyataan bahwa aku memang gila. Mungkin dengan ini, aku lebih bisa menerima kenyataan. Bahwa mereka tidak mau gila seperti aku. Ya, aku mengerti apa yang tadinya tak ku mengerti. Aku tidak bisa memaksakan kehendakku untuk menjadi bagian dari mereka. Karena aku dan mereka memang berbeda. Mereka waras, dan aku Gila. Haha.. Maafkan aku teman-teman, aku terlambat menyadari bahwa aku adalah orang gila. Kenapa kalian tidak memberitahuku dari dulu? Ah, udahlah. Yang penting sekarang aku udah tau. Lebih baik terlambat daripada aku nggak pernah sadar kalau aku ini gila.

2 komentar:

  1. smangaaat emma..
    begitulah realita dimana kita menjadi dewasa..
    kita harus memilih ap yang harus kita lakukan..
    kita harus mandiri,terlepas dari orang2 di sekeliling kita..
    positif thinking emma..
    kami menyayangimu ko...^^

    BalasHapus
  2. Makasih Xilem.. :) aku terharu.. selama ini aku nggak bisa ngungkapin apa yang aku rasa. cuma aku pendem aja dan itu rasanya sesek banget.
    Thx ya... love u so much..

    BalasHapus