Jumat, 15 April 2011

Hard To Live

Sejenak ingat pesan orang tua, " Jangan sering lihat ke atas, tapi lihat ke bawah." Nasihat itu adalah nasihat yang sering diberikan dari orang tua kepada anaknya dalam keluarga sederhana. Mungkin di keluarga yang kaya, tidak diajarkan hal semacam itu. Kadang aku bertanya pada hatiku sendiri,

"Bahagiakah kamu dengan kondisimu yang sekarang ini?"
"Ikhlaskah kamu menerima apa yang kamu miliki sekarang?"

Mulutku berkata,

"Aku ikhlas menerima semua ini."

Tapi hatiku berkata,

"Aku tersiksa dengan semua ini. Kenapa aku harus mengalami semua ini? Kenapa aku tidak dilahirkan dalam keluarga yang kaya? Aku sanggup menghadapi cobaan ini sekarang, tapi sampai kapan?"

Udah sering aku makan ati nahan sakit dari sindiran-sindiran yang aku yakin tidak disengaja. Kemaren aja, teman sekelas ada yang tanya,
(Emma, kamu kalau ke kampus nggak pernah bawa laptop ya?)
Tahu nggak gimana rasanya denger pertanyaan itu? waktu mau jawab aja butuh beberapa detik dulu. Dengan topeng andalanku maka aku tersenyum dan bilang,
(Emang nggak punya laptop kok, apa yang mau dibawa, hahaha.) Berpura-pura menganggapnya hanya sebuah basa-basi.
(Ooo,, terus kalau ngerjain tugas gimana?) Nadanya emang bertanya.
(Ya, di kost ada komputer kok) Sambil tersenyum tulus.
(Ooo,, tapi enak ya, bisa jadi alasan nggak bawa laptop, berat nih)
(Yaudah, tukeran aja gimana, laptopmu buat aku aja, hahaha)

Apa yang aku ucapkan di percakapan tadi itu hanyalah sedikit contoh dari sandiwaraku. Berpura-pura tegar dan tersenyum.Meskipun hatiku sakit.Dari dulu aku pengen banget punya laptop. Biar lebih efisien waktu. Bisa ngerjain kapanpun n dimanapun. Tapi nggak ada uang buat beli laptop. Masih banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak. Buat makan aja harus dihemat. Tiap aku pulang kampung, di rumah cuma ada sayur sama tempe/tahu/ikan keranjang, pokoknya jarang banget makan pakai lauk normal (ayam, ikan, daging, dll). Aku sedih ngeliat keadaan di rumah. Adik-adikku bahkan nggak pernah jajan bakso/mie ayam/sate/sejenisnya kayak orang lain. Mereka taunya makan tu ya di rumah. Adikku yang cowok, Zein, malah lebih kasihan. Dia nggak pernah/jarang dikasih uang saku. Kalau jam istirahat, dia pulang. Kebetulan di rumah buka warung kecil. Tiap pulang ke rumah, aku malah pengen nangis. Miris ngelihat keadaan. Sementara aku di Jogja meskipun dengan uang 100 ribu per minggu, aku masih bisa beli bakso, masih bisa makan lauk ayam, masih bisa jajan di kantin. Padahal aku masih sering mengeluh pada diriku sendiri, uang 100 ribu buat makan 3X sehari aja nggak cukup. Apalagi aku harus bisa mengatur keuanganku sendiri yang hanya 100ribu itu untuk makan, bensin, nabung, dan kebutuhan-kebutuhan tak terduga lainnya kayak iuran studio, fotocopy materi, dll. Ya Allah, maafkan hambamu ini yang kurang bersyukur atas nikmatmu. Aku kerja jaga warnet, tapi penghasilannya juga cuma sedikit. Rata-rata 50-150 per bulan. Dari hasil kerjaku itu, 50 ribu aku tabung. Kalau gajinya lebih dari 100 ribu, aku nabung 100 ribu. Dari uang itu aku mengumpulkan uang untuk beli laptop. Mustahil? Ya mungkin memang konyol. Mengumpulkan uang 50 ribu tiap bulan untuk membeli laptop. Butuh berapa bulan? Keburu lulus baru uangnya cukup. Apa itu yang ada di pikiran kalian? Iya, sama. Aku juga berpikir demikian. Apalagi ini udah semester 4. Haha. Aku cuma berharap, ada rejeki yang banyak untukku suatu saat nanti. Sekarang, Allah menyimpan rejekiku agar aku berusaha keras. Dan aku akan berusaha.

Hidup ini berat. Terlebih bagi orang dalam kategori menengah ke bawah seperti diriku ini. Istilahnya, mau makan yang agak mahal aja penuh perhitungan. Mau beli ini, banyak pertimbangan. Mau beli itu, mending buat makan. Kadang aku iri melihat orang-orang kaya. Mereka makan menuruti nafsunya. Pengennya apa ya makan itu. Beda sama keluargaku, pengen makan ayam, tapi uang cuma cukup buat beli tempe, ya udah lah, makan tempe aja. Orang kaya bisa melakukan dan membeli yang mereka suka. Kayaknya enak ya jadi orang kaya. Bisa melakukan apa aja.

Kemarin, waktu lagi makan sama cowokku, tiba-tiba dia dapet telepon dari adiknya. Intinya, adiknya tu pengen ikut les sketchup kayak cowokku. Padahal, kalau dipikir-pikir, itu nggak terlalu penting buat dia, karena jurusan dia juga nggak membutuhkan kemampuan membuat bangunan 3 dimensi. Ya kayak gitulah orang mampu. Bahkan yang nggak terlalu penting pun bisa mereka lakukan. Padahal, aku yang jelas-jelas butuh aja nggak ikut les. Kenapa? Udah tau kan jawabannya. Karena aku nggak punya uang buat biaya les. Enak banget ya jadi orang kaya. Tinggal bilang, "Pa, aku mau ikut les ini, les itu." Maka Sang Papa akan langsung menjawab, "Ooo,, iya, berapa biayanya? nanti Papa transfer." Haha.. Aku pengen nangis sambil ketawa. Jawaban yang sangat aku harapkan dari orang tuaku. Tapi untuk menyampaikan keinginanku kepada orang tuaku saja aku nggak mampu. Aku nggak mau membebani pikiran mereka yang sudah banyak menanggung beban. Aku cuma bisa diam, seolah aku tidak membutuhkan apa-apa. Seolah uang 100 ribu sudah cukup dan nggak pernah kurang. Seolah semua kebutuhanku sudah tercukupi.

Aku jenuh. Beban yang seharusnya dipikul orang tuaku terpaksa harus aku yang memikulnya. Karena aku tahu beban mereka sudah terlalu banyak. Salahkah aku yang selalu menghayal jika aku kaya ini? Karena pada kenyataannya aku tidak kaya. Aku selalu membayangkan, jika aku kaya, maka Bapak tidak perlu bekerja membanting tulang sebagai supir travel. Ibu bisa masak yang enak buat adik-adikku. Adik-adikku bisa beli baju yang bagus, beli buku-buku. Dan mereka akan kuajak keliling dunia ke mana pun mereka mau. Apa pun yang mereka mau, aku ingin memenuhinya. Aku ingin mencukupi kebutuhan mereka. Aku ingin membahagiakan mereka. Ingin membuat mereka tersenyum, tertawa bahagia tanpa beban. Tidak perlu memikirkan masalah ekonomi. Tidak perlu memikirkan hutang di sana-sini. Aku ingin mereka bisa menikmati indahnya hidup. Bagiku, mereka sudah cukup merasakan kerasnya hidup. Aku ingin roda kehidupan ini segera berputar. Aku ingin membawa mereke ke posisi atas dari roda kehidupan. Sungguh aku ingin khayalanku ini menjadi kenyataan.

I LOVE YOU MOM, DAD, MY SISTER, AND MY BROTHER...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar